Banten (Beritaintermezo.com)-Pembelajaran tatap muka untuk semua tingkatan sekolah diBanten yang semula direcanakan dibuka pada Januari 2021 diminta untuk ditunda.Keputusan tersebut dibuat setelah Gubernur Banten Wahidin Halim mengadakanrapat koordinasi dengan sejumlah perwakilan pemerintah daerah se-Banten diRumah Dinas Gubernur Banten, di Serang, Selasa (22/12).
Selain perwakilan pemerintah kabupaten/kota se-Banten, dalam rapat koordinasitersebut juga hadir Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Banten serta stakeholder lainnya."Pembelajaran tatap muka yang rencananya akan dibuka pada Januari nanti harusditunda. Kesepakatan ini akan dituangkan dalam keputusan," tegas gubernur yang biasa disapa WH ini kepada wartawan sesaat rapat selesai.
WH mengatakan, salah satu alasan penundaan pembelajaran tatap muka itu adalahkasus konfirmasi di Banten yang semakin meningkat. Bahkan, berdasarkan dataIkatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Banten, hingga saat ini, ada 865 kasuskonfirmasi yang terjadi pada anak.Kemudian dikatakan, meskipun seluruh daerah di Banten sudah zona orange, tetapi tingkat penularan Covid-19 masih tinggi.
Lantaran tren penyebaran Covid-19semakin naik, pihaknya memperhatikan keselamatan dan kepentingan umum yangharus diutamakan di atas segalanya.Lebih lanjut WH mengatakan, tidak ada yang bisa menjamin bahwa pembelajarantatap muka tidak akan menyebabkan penyebaran Covid-19, tapi paling tidak analisisdari dokter menjadi pertimbangan.
"Kami minta Januari (pembelajaran tatap muka-red) tidak dimulai.Sampai sudah ada vaksin dan IDI memberi saran untuk dibuka," ujarnya.
WH menyatakan akan membuat surat kepada Bupati dan Walikota se-Banten untukmenunda pembelajaran tatap muka. Bagi yang melanggar keputusan itu, maka halitu masuk dalam pelanggaran protokol kesehatan dan masuk ranah pidana.
Ia mengatakan, pihaknya sangat sadar dan memaklumi berbagai keluhanmasyarakat terkait pembelajaran dengan sistem daring. Namun, hal itu dilakukanagar jangan sampai ada anak-anak yang terkena Covid-19 akibat pembelajarantatap muka.Karena itu, lanjutnya, semua lembaga pendidikan dapat melanjutkan metode pembelajaran daring seperti yang dilakukan saat ini.
"Metode daring berlanjut. Kalauada kreasi dari Dindikbud (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan-red) lebih baik. Yangterpenting jangan dulu hadir secara fisik dan tatap muka, menghindari terjadinya kerumunan," tandas WH meyakinkan.
Di Banten 8.000 Anak Terpapar Covid-19 Pada kesempatan itu, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Banten dr. DidiWijayanto mengatakan, anak-anak adalah mereka yang berusia 0 sampai 18 tahun.Hingga saat ini, ada delapan ribu anak-anak di Banten yang terpapar Covid-19 dan865 orang di antaranya positif.
"Setiap minggu kasus anak menambah. Tidak pernahmelandai apalagi turun. Trennya naik," ungkapnya.
Didi mengatakan, angka kematian kasus konfirmasi Covid-19 pada anak yakni 1,63persen. Artinya, apabila ada kasus 100 orang maka yang meninggal dunia duaorang. Namun, hal itu tergantung komorbid setiap anak. Anak dengan gizi burukatau komorbid lainnya, maka akan memperberat derajat penyakit.Kemudian ia katakan, selama ini pada umumnya kasus konfirmasi anak merupakankorban dari orangtuanya.
"Orangtua ada gejala, lalu anaknya diswab (kasuskomfirmasi anak -red) bagaimana orangtua menjaga anaknya," tuturnya.
Didi menyatakan, meskipun kasus konfirmasi pada anak tidak berat, tetapi tetap bisamenularkan. Kasus pada anak-anak ini hampir rata di seluruh wilayah. Namun, KotaTangerang Selatan dulu sempat tinggi, kini disusul Kota Tangerang.Lebih lanjut Didi katakan, kasus yang saat ini terjadi saat anak-anak tidak sekolahdan belajar di rumah.
"Nanti bagaimana kalau sekolah tatap muka. Di rumah sajakasusnya belum pernah turun," tandasnya seraya memberitahu hanya ada 194 orang dokter anak di Baten.
Senada dengan IDAI Banten, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Banten dr.Tri Agusyuarsa yang juga hadir dalam rapat koordinasi itu mengatakan, penundaanpembelajaran tatap muka harus mempertimbangkan bahwa kunjungan pasienCovid-19 semakin meningkat. Sejak Maret sampai Oktober, jumlahnya fluktuatifmeningkat. Bahkan, di November juga terus meningkat.
"Untuk itu, kami menyarankan agar Pemprov menunda pembelajaran tatap mukasampai menunggu terjadi penurunan kasus atau solusi lain seperti vaksin," ujarnyaserta menyebut di Banten hanya ada 55 orang dokter spesialis paru. (dtk/mlg)
Komentar Anda :