Hutan Bakau Direklamasi, Warga Meral Resah
Selasa, 04-09-2018 - 08:47:43 WIB
Karimun (Beritaintermezo.com)-Masyarakat Kecamatan Meral khusunya nelayan tradisional di Teluk Setimbul, Kelurahan Pasir Panjang diresahkan oleh penimbunan hutan bakau. Masyarakat meminta pemerintah untuk menghentikan penimbunan karena laut sebagai wilayah penangkapan ikan nelayan keruh yang mengakibatkan berkurangnya tangkapan ikan nelayan.
"Nelayan tradisional seperti nelayan jaring udang, ketam dan ikan belanak sudah tak bisa sama sekali melaut. Karena, wilayah tangkap mereka sudah tak ada lagi, yang ada sekarang tanah-tanah merah akibat penimbunan oleh perusahaan yang akan membuat pelabuhan di sini," ungkap Ketua Kelompok Nelayan Usaha Bersama, Jukar, Minggu (2/9).
Jukar mengatakan reklamasi pantai yang diduga dilakukan perusahaan asal Batam tersebut benar-benar mematikan kehidupan ratusan nelayan tradisional di wilayah sekitar.
"reklamasi hutan bakau yang sekarang dilakukan penimbunan merupakan wilayah tangkap ikan nelayan tradisional. Sebelum dilakukan reklamasi, para nelayan biasanya masih bisa panen udang, namun sejak penimbunan tersebut nelayan tidak lagi mendapatkan udang maupun ikan," ujar Jakar.
Akibat reklamasi tersebut sambung Jakar, kehidupan para nelayan begitu kesulitan. Sebab, dari turun temurun kehidupan masyarakat sekitar hanya dari nelayan dan menggantungkan hidupnya dilaut tersebut.
"Sekarang mereka mau makan apa, pantai yang selama ini jadi tempat mereka menggantungkan hidup sudah tak ada lagi. Sementara, pengusaha seenaknya saja membabat hutan bakau dan menimbun laut untuk kepentingan usaha mereka. Disisi lain, kehidupan nelayan pesisir makin menderita. Kami ingin ada keadilan," tuturnya.
Ketua RT 02, RW 08 Teluk Setimbul mengatakan sebelum penimbunan terhadap hutan Bakauperwakilan perusahaan pernah benjanji akan memberikan kompensasi kepada nelayan. Namun, hingga saat ini kompensasi tersebut tidak ada realisasi dari perusahaan.
"Kalau memang ada itikad baik dari perusahaan Panbil untuk memberikan kompensasi bagi masyarakat nelayan, tentu mereka masih mempertimbangkan. Namun, sampai sekarang tak pernah ada kejelasan lagi. Sekarang, alat berat yang melakukan penimbunan itu telah pergi, yang ada sekarang hutan sudah rusak dan laut jadi keruh," ungkap Junaidi.
Sekitar setengah hektar hutan mangrove di RT/RW 01/04, Teluk Setimbul, Kelurahan Pasirpanjang, Kecamatan Meral Barat habis diduga dibabat perusahaan asal Batam. Masyarakat nelayan yang mendiami kawasan pesisir di daerah tersebut sudah berusaha menghentikan aktivitas pembabatan hutan, namun aktivitas itu tetap berlanjut.
"Habis hutan mangrove di kampung kami dibabat orang. Katanya untuk membangun pelantar kapal. Kami tak tahu nama perusahaan yang akan membuat pelantar kapal itu, tapi ada yang menyebut orang partai. Mereka sampai menurunkan alat berat untuk merambah hutan bakau itu. Sekarang hutannya sudah habis dibabat," ungkap Ewa, salah seorang tokoh masyarakat Teluk Setimbul, Senin (25/6).
Kata Ewa, aktivitas pembabatan hutan mangrove dengan luas sekitar setengah hektar itu sudah berlangsung sebelum Ramadhan hingga menjelang lebaran. Setelah lebaran aktivitas sudah dihentikan, bahkan alat berat pun juga sudah tidak berada di lokasi itu lagi. Pihaknya pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum mengusut kasus ini. (HK/hen)
Komentar Anda :