Opini.
PPDB Polemik Tahunan, Bisnis Menggiurkan
Sabtu, 23-07-2022 - 09:21:20 WIB
Polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tidak akan ada habisnya. Polemik PPDB ini akan menjadi sebuah musiman. Sepanjang pemerintah atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berkaitan tidak transparan dan orang tua tidak banyak pilihan, maka PPDB akan terus terjadi sampai kiamat.
Walau kepala daerah atau Gubernur, walikota dan bupati selalu menekankan agar panitia tidak bermain dalam proses penerimaan murid baru. Hal itu hanya merupakan sikap yang harus mereka lakukan sebagai kepala daerah. Gubernur, Bupati dan Walikota juga manusia yang memiliki keluarga, saudara dan rekan.
Panitia penerimaan murid baru tidak akan berkutik, baik itu kepala dinas. Apabila rekomendasi atau pesanan dari orang-orang dekat penguasa daerah mereka terima. Panitia hanya pasrah dan membuat pemetaan baru.
Bukan saja hanya pengaruh kepala daerah atau orang penting yang membuat PPDB ini bermasalah. Panitia juga tidak jujur dalam menjalankan tugasnya. Kesempatan untuk mendulang rezeki dalam PPDB ini juga mereka manfaatkan.
Tidak tanggung-tanggung, setingkat SMA/SMK untuk masuk sekolah diluar sistem PPDB sampai dibayar berjuta-juta bahkan ada yang puluhan juta tergantung sekolah yang dituju.
"Biasanya untuk SMA 1 dan SMA 8 itu ada yang mau bayar 15-20 jutaan," kata seseorang yang terdengar di kedai kopi.
Angka sangat menggiurkan untuk mereka yang biasa bermain dengan lobi-lobi atau lebih kerennya calo. Memasukkan satu orang murid saja akan mendapatkan rezeki nomplok.
Titip menitip murid masuk sekolah, tidak saja untuk sekolah Favorit. Hampir disetiap sekolah terjadi masalah soal penerimaan murid baru.
Regulasi yang dibuat memang sudah bagus, namun pemerintah tidak mendukung atas aturan yang mereka terapkan. Pemerintah menerapkan sistem Jalur Zonasi, Jalur Prestasi, Jalur miskin dan jalur pindahan.
Sistem tersebutlah yang menyebabkan polemik PPDB. Banyak daerah yang padat penduduknya, tetapi tidak didukung fasilitas sekolah negeri. Sebaliknya, penduduknya yang sedikit memiliki fasilitas sekolah negeri.
Hampir disemua sistem penerimaan ini dipermainkan. Panitia penerimaan murid baru hanya melihat kartu Keluarga Murid yang bersangkutan dekat dengan sekolah jika itu jalur zonasi. Walaupun murid tersebut hanya menumpang di KK masyarakat yang memang dekat dengan sekolah tujuannya.
Demikian juga dengan jalur prestasi, panitia belum bisa dan tidak diberikan ruang untuk memverifikasi sertifikat yang dilampirkan oleh calon murid. Buktinya, ada satu siswa yang bisa membawa puluhan sertifikat sebagai pendukung nilainya agar bisa diterima. Hanya merekalah yang tau, sertifikat itu betul mereka terima atas prestasi atau memang hanya sebagai formalitas yang diminta kepada organisasi atau badan.
Dijalur miskin juga tetap dimainkan, Para orang tua masih melakukan pembohongan dengan mengurus surat miskin dan memperlihatkan rumah orang lain sebagi bukti kemiskinan. Terpenting, anaknya bisa masuk sekolah negeri.
Polemik PPDB ini sebenarnya bisa teratasi, apabila pemerintah mencukupkan fasilitas sekolah negeri sesuai dengan kebutuhan daerah. Kemudian orang tua tidak terlalu memilih tujuan anaknya bersekolah. Namun, bisnis sekolah juga begitu menggiurkan. Berbekal dengan istilah untuk mencerdaskan bangsa, para pengusaha juga berlomba-lomba untuk mendirikan sekolah swasta.
Ini juga merupakan polemik bagi pemerintah, jika pemerintah terus membangun sekolah negeri, maka para pengusaha sekolah swasta akan menuntut pemerintah. Karena dianggap mematikan usaha mereka.
* Titip Menitip.
Berbicara Penerimaan Peserta Didik Baru yang selalu bermasalah sebenarnya hanya diketidak jujuran panitia dan pemerintah. Soal PPDB, Anggota DPRD lah yang mengetahui lebih luas.
Ratusan anak calon siswa masuk melalui jalur titipan. Baik itu DPRD, Kepolisian, Kejaksaan, LSM maupun wartawan. Maka, tidak salah jika PPDB ini akan terus berpolemik.
Coba kita bayangkan, jika institusi DPRD bisa memasukkan siswa hingga ratusan. Artinya, jika panitia jujur terhadap penerimaan murid baru sesuai dengan lokal yang dipersiapkan, maka peluang untuk masuk secara titipan tidak akan ada. Tetapi, pendidikan merupakan wewenang pemerintah dan parlemen. Untuk bisa menampung siswa diluar dari kemampuan harus ada persetujuan dewan. Sehingga titipan para dewan ini akan selalu masuk diluar jalur penerimaan.
Hal ini lah yang menjadi peluang empuk baik itu kepada kepala sekolah maupun orang-orang yang sering memanfaatkan kedekatan kepada penguasa untuk mendulang rezeki. Apalagi kepada kepala sekolah, jika masuk diluar prosedur maka calon siswa akan dikenakan istilah "beli Kursi" hingga puluhan juta. Tergantung sekolah yang dituju.
Mudah-mudahan, PPDB ini bisa teratasi dengan baik. Semua kembali kepada DPRD. Merekalah yang mengetahui polemik sebenarnya dimasyrakat. Jika DPRD masik memaki moral untuk melayani masyrakat, maka polemik PPDB akan teratasi dengan baik. Artinya permasalah PPDB akan berkurang, tidak semencuat tahun demi tahun soal titip menitip yang merusak dunia pendidikan negara ini terutama di Pekanbaru Provinsi Riau. ***
Penulis : Jinto Lumban Gaol, Wartawan di Pekanbaru
Komentar Anda :